Role Model
Kubentuk Hidupku dengan Bantuannya
Saya tak pernah jemu membaca kembali sebuah tulisan dari Kathleen Parker, seorang kolumnis perempuan di The Washington Post. Judulnya “Nancy Drew, Supreme: What a Girl Detective Helped Teach a Judge”. Kelakuan saya itu seakan menegaskan kekaguman atas tulisan yang memenangkan Pulitzer Prize 2010 tersebut. Melalui tulisan ini, saya terdorong untuk membaginya.
Komentar Kathleen dalam tulisan itu berkisar pada tiga subjek. Pertama, Sonia Maria Sotomayor, seorang perempuan berdarah Amerika Latin yang pada tahun 2009 dicalonkan oleh Presiden Barack Obama dan dipilih oleh Senat Amerika Serikat sebagai hakim pada Mahkamah Agung Amerika Serikat, meski pemilihan itu oleh sebagian pihak dipandang sebagai suatu kesalahan. Kedua, Nancy Drew, tokoh gadis cilik yang berperan sebagai detektif amatir dalam berbagai seri buku misteri yang terbit di Amerika Serikat. Ketiga, Kathleen sendiri. Pesan kuat yang mengakhiri tulisan itu disimpulkan dari keterkaitan di antara ketiga subjek tersebut.
Semuanya berawal ketika Senator Charles Schumer menyebutkan kecintaan Sonia kecil pada buku-buku mengenai Nancy Drew dalam sebuah forum yang diselenggarakan untuk memperkenalkan Sonia sebagai hakim agung terpilih.
Saya berimajinasi: Kathleen gembira bukan kepalang mengetahui kabar itu, dan momen itulah yang mencikalbakali tulisannya.
Kathleen dan Sonia berbagi kesamaan. Mereka berdua mencintai Nancy Drew sebagai teladan, yang juga menginspirasi banyak perempuan Amerika Serikat lainnya, termasuk Hillary Clinton, Oprah Winfrey, Laura Bush, dan juga mantan hakim agung, Sandra Day O’Connor.
Bagi Kathleen, Nancy bahkan lebih dari sekadar teladan. Mereka dibesarkan oleh ayah yang berlatar belakang hukum. Ibu mereka sama-sama meninggal pada saat mereka berumur 3 tahun. Lingkungan di sekitar tempat mereka tinggal memiliki banyak kemiripan.
Mereka juga berbagi ketertarikan pada misteri dan hal-hal yang tersembunyi, imajinasi, serta petualangan-petualangan heroik. Karenanya, wajar apabila Kathleen merasa menyatu dengan Nancy.
Pertanyaannya kemudian: mengapa Nancy Drew? Mengapa mengidentifikasikan diri dengan, atau mengambil keteladanan dari, seorang tokoh fiktif?
Bagi generasi Kathleen dan Sonia, hal itu antara lain disumbang oleh kenyataan mengenai minimnya perempuan profesional yang bisa menjadi teladan pada masa itu.
Bagi Kathleen pribadi, kenyataan itu bergerak semakin jauh dari ideal seiring kematian ibunya. Syukur, ia masih memiliki dua struktur yang menyangga bangunan masa kecilnya: ayah yang hadir, dan kebiasaan serta aturan yang diciptakan ayahnya—larangan menonton televisi kecuali pada akhir pekan, kegiatan membaca bersama, dan membaca sebagai pengganti mengerjakan pekerjaan rumah tangga.
Lalu, apa sebenarnya pokok permasalahan yang hendak disampaikan Kathleen dalam tulisannya itu? Apakah itu terbatas hanya pada soal idola masa kecil?
Tujuan utama Kathleen menulis komentar itu adalah memberikan argumennya atas pendapat sebagian orang yang menilai bahwa pemilihan Sonia Sotomayor adalah sebuah kesalahan.
Melalui uraiannya mengenai karakter Nancy Drew, kecintaannya dan Sonia terhadap Nancy, dan penempatan Nancy sebagai idola yang membentuk hidupnya, Kathleen ingin mengatakan kepada semua orang bahwa setiap orang adalah produk dari pengalaman-pengalaman hidupnya. Pengalaman-pengalaman hidup dan kebijaksanaan yang muncul darinya itulah yang akan berbicara banyak saat seseorang dihadapkan pada berbagai hal dalam hidupnya.
Sebagaimana Kathleen membawa ke dalam karir jurnalistiknya seluruh pengalaman dan kebijaksanaan yang muncul dari kenyataannya sebagai seseorang yang besar tanpa ibu, menjalani masa-masa formatifnya sebagai satu-satunya perempuan dalam keluarga, dan bekerja di lingkungan yang sarat maskulinitas, demikian juga halnya Sonia akan membawa ke meja sidang seluruh pengalaman dan kebijaksanaan yang tidak mungkin dimiliki oleh hakim-hakim lainnya: pengalaman dan kebijaksanaan yang muncul dari hidup sebagai seorang dari kalangan minoritas yang dibesarkan hanya oleh ibunya di proyek perumahan di Bronx, daerah yang terkenal karena kriminalitasnya.
Akhirnya, saya merasa perlu menyampaikan alasan mengapa membayangkan Kathleen gembira saat mengetahui kecintaan Sonia pada Nancy Drew. Kegembiraan itu bukan hanya karena Kathleen memiliki ‘teman seidola’. Juga tidak sekadar lantaran ‘teman seidola’ itu adalah seorang hakim agung. Yang utama adalah bahagia karena mendapati lagi seorang yang sama-sama telah menemukan dan mengenali diri serta membentuk hidup melalui kecintaan kepada tokoh idola yang sama, sekalipun itu hanya khayalan.
***
Comments
Post a Comment