Usaha Kecil dan Menengah (UKM) di Indonesia merupakan aktor penting dalam perekonomian nasional. Kemampuannya dalam menciptakan lapangan pekerjaan dan efek berantai dari kegiatannya terhadap perekonomian nasional telah menyumbang begitu banyak bagi pembangunan. Banyak pihak juga mengakui dan mengapresiasi ketangguhan UKM nasional dalam melewati berbagai situasi perekonomian yang sulit.
Belakangan ini, UKM nasional kembali dihadapkan pada tantangan berat. Ketidakpastian yang meliputi perekonomian global sebagai akibat krisis ekonomi yang melanda Amerika Serikat dan zona euro memengaruhi kelangsungan bisnis mereka. Pada saat yang sama, mereka juga harus berjibaku dengan produk-produk asing yang mengalir ke Indonesia sebagai dampak dari penerapan perjanjian perdagangan bebas ASEAN-Cina (ACFTA).
Krisis ekonomi di Amerika Serikat dan zona euro memang berdampak pada perekonomian nasional, antara lain karena pengaruhnya terhadap kinerja ekspor nasional. Namun, kelesuan perekonomian di negara-negara tersebut juga mendorong para investor untuk mengalihkan modalnya ke negara-negara emerging markets seperti Indonesia.
Di sisi lain, penurunan dan penghapusan tarif berdasarkan perjanjian ACFTA yang mulai diterapkan sejak 1 Januari 2010 telah mempermudah arus keluar-masuk barang dan jasa di antara negara-negara ASEAN dan Cina. Dengan cakupan pasar yang luar biasa besar (meliputi populasi manusia dengan jumlah total lebih-kurang 1,9 miliar jiwa) dan produk domestik bruto dengan total nilai yang fantastis, peluang-peluang yang muncul dari situ sungguh teramat sayang untuk dilewatkan oleh UKM nasional.
Dari fakta-fakta tersebut dapat disimpulkan bahwa situasi-situasi sulit yang terjadi saat ini ternyata juga menyimpan jalan keluar bagi UKM nasional untuk mengatasi dua masalah pokok yang selama ini menghambat pemberdayaan dan pengembangannya, yaitu minimnya akses atas permodalan dan pasar. UKM nasional dapat meraih pintu menuju jalan keluar itu sepanjang mereka mampu menemukan dan berhasil menerapkan model dan strategi bisnis yang terbukti berhasil, menguntungkan, dan mendukung perkembangan mereka.
Di era globalisasi yang persaingan bisnisnya semakin ketat, produk yang akan memenangi persaingan adalah produk yang mutunya baik dan konsisten. Produk seperti itu dapat dicapai dengan sistem, proses, prosedur, dan standar yang baku dan telah teruji sepanjang waktu. Pencapaian tersebut turut didukung oleh keunggulan teknologi, manajemen dan strategi pemasaran yang berkualitas, sumber daya manusia yang profesional dan terlatih, serta kekuatan profil bisnis itu sendiri. Sebagai sebuah model bisnis, waralaba memiliki syarat-syarat tersebut.
Karena alasan itu, Pemerintah Indonesia berupaya mendorong pengusaha nasional, terutama pengusaha UKM, untuk tumbuh sebagai pengusaha waralaba dengan menyelenggarakan dan mengikutsertakan mereka dalam berbagai pelatihan, workshop, dan seminar. Di samping itu, Pemerintah juga memfasilitasi UKM yang sudah menjadi usaha waralaba maupun yang potensial diwaralabakan untuk mengikuti kegiatan pameran usaha yang diadakan di dalam dan luar negeri. Harapannya, UKM nasional dapat memperluas pasar, membangun daya saing, dan semakin mengembangkan usahanya.
***
Belakangan ini, UKM nasional kembali dihadapkan pada tantangan berat. Ketidakpastian yang meliputi perekonomian global sebagai akibat krisis ekonomi yang melanda Amerika Serikat dan zona euro memengaruhi kelangsungan bisnis mereka. Pada saat yang sama, mereka juga harus berjibaku dengan produk-produk asing yang mengalir ke Indonesia sebagai dampak dari penerapan perjanjian perdagangan bebas ASEAN-Cina (ACFTA).
Krisis ekonomi di Amerika Serikat dan zona euro memang berdampak pada perekonomian nasional, antara lain karena pengaruhnya terhadap kinerja ekspor nasional. Namun, kelesuan perekonomian di negara-negara tersebut juga mendorong para investor untuk mengalihkan modalnya ke negara-negara emerging markets seperti Indonesia.
Di sisi lain, penurunan dan penghapusan tarif berdasarkan perjanjian ACFTA yang mulai diterapkan sejak 1 Januari 2010 telah mempermudah arus keluar-masuk barang dan jasa di antara negara-negara ASEAN dan Cina. Dengan cakupan pasar yang luar biasa besar (meliputi populasi manusia dengan jumlah total lebih-kurang 1,9 miliar jiwa) dan produk domestik bruto dengan total nilai yang fantastis, peluang-peluang yang muncul dari situ sungguh teramat sayang untuk dilewatkan oleh UKM nasional.
Dari fakta-fakta tersebut dapat disimpulkan bahwa situasi-situasi sulit yang terjadi saat ini ternyata juga menyimpan jalan keluar bagi UKM nasional untuk mengatasi dua masalah pokok yang selama ini menghambat pemberdayaan dan pengembangannya, yaitu minimnya akses atas permodalan dan pasar. UKM nasional dapat meraih pintu menuju jalan keluar itu sepanjang mereka mampu menemukan dan berhasil menerapkan model dan strategi bisnis yang terbukti berhasil, menguntungkan, dan mendukung perkembangan mereka.
Di era globalisasi yang persaingan bisnisnya semakin ketat, produk yang akan memenangi persaingan adalah produk yang mutunya baik dan konsisten. Produk seperti itu dapat dicapai dengan sistem, proses, prosedur, dan standar yang baku dan telah teruji sepanjang waktu. Pencapaian tersebut turut didukung oleh keunggulan teknologi, manajemen dan strategi pemasaran yang berkualitas, sumber daya manusia yang profesional dan terlatih, serta kekuatan profil bisnis itu sendiri. Sebagai sebuah model bisnis, waralaba memiliki syarat-syarat tersebut.
Karena alasan itu, Pemerintah Indonesia berupaya mendorong pengusaha nasional, terutama pengusaha UKM, untuk tumbuh sebagai pengusaha waralaba dengan menyelenggarakan dan mengikutsertakan mereka dalam berbagai pelatihan, workshop, dan seminar. Di samping itu, Pemerintah juga memfasilitasi UKM yang sudah menjadi usaha waralaba maupun yang potensial diwaralabakan untuk mengikuti kegiatan pameran usaha yang diadakan di dalam dan luar negeri. Harapannya, UKM nasional dapat memperluas pasar, membangun daya saing, dan semakin mengembangkan usahanya.
***
Comments
Post a Comment