Saat diminta berbicara tentang kegagalan, Steve Jobs bercerita tentang kisah masa kecilnya.
Pada umur 12 tahun, ketika ia masih duduk di sekolah menengah, Steve memiliki keinginan yang bahkan kita orang dewasa pada umumnya sulit membayangkannya: ia ingin membangun penghitung frekuensi. Untuk mewujudkan keinginannya itu, Steve mencari-cari kontak dari orang-orang yang kira-kira bisa membantunya untuk mewujudkan penghitung frekuensi itu.
Ketika akhirnya ia menemukan nomor kontak bos Hewlett Packard, Steve langsung menghubunginya. Ia terkejut karena yang menjawab panggilannya adalah sang bos sendiri. Dengan percaya diri, bocah berumur 12 tahun itu mengutarakan maksudnya menelepon sang bos: ia menjelaskan siapa dirinya (anak sekolah berumur 12 tahun) dan apa yang diinginkannya (ingin memperoleh suku cadang untuk membangun penghitung frekuensi). Sang bos yang terkesima pada akhirnya tidak hanya memberikan suku cadang yang diminta oleh Steve, tetapi juga mempekerjakan Steve di kantor Hewlett Packard.
Merefleksikan pengalamannya itu dan mengaitkannya dengan kegagalan, Steve merumuskan kegagalan baginya: orang yang gagal adalah orang yang tidak pernah memperoleh apa yang diinginkannya karena mereka tidak pernah mengusahakan atau meminta apa yang diinginkannya itu. Bagi Steve, kemauan dan tindakan itulah yang membedakan antara orang yang melakukan sesuatu dengan orang yang hanya bermimpi.
Manusia harus bertindak dan memberanikan diri untuk mengalami kegagalan.
Tapi, bagaimana seorang bocah berumur 12 tahun bisa memiliki keinginan dan sikap seperti itu? Pernahkah terpikir tentang apa yang mendorong Steve kecil hingga menjadi seperti itu?
Dalam sebuah wawancara, kita berkesempatan untuk mengetahui cara pandang atau paradigma dari seorang Steve Jobs, yang menjadi sumber dari sikapnya dan mendorong munculnya keinginan-keinginannya yang "gila" dan pada akhirnya mengubah dunia. Baginya, dunia ini, hidup kita, bisa dibentuk. Kita bisa membentuk dunia ini dan hidup kita. Rumusan itu menunjukkan proaktivitas; hidup yang kita ingini tidak terbentuk dengan sendirinya, melainkan dengan peran aktif kita.
***
Pada umur 12 tahun, ketika ia masih duduk di sekolah menengah, Steve memiliki keinginan yang bahkan kita orang dewasa pada umumnya sulit membayangkannya: ia ingin membangun penghitung frekuensi. Untuk mewujudkan keinginannya itu, Steve mencari-cari kontak dari orang-orang yang kira-kira bisa membantunya untuk mewujudkan penghitung frekuensi itu.
Ketika akhirnya ia menemukan nomor kontak bos Hewlett Packard, Steve langsung menghubunginya. Ia terkejut karena yang menjawab panggilannya adalah sang bos sendiri. Dengan percaya diri, bocah berumur 12 tahun itu mengutarakan maksudnya menelepon sang bos: ia menjelaskan siapa dirinya (anak sekolah berumur 12 tahun) dan apa yang diinginkannya (ingin memperoleh suku cadang untuk membangun penghitung frekuensi). Sang bos yang terkesima pada akhirnya tidak hanya memberikan suku cadang yang diminta oleh Steve, tetapi juga mempekerjakan Steve di kantor Hewlett Packard.
Merefleksikan pengalamannya itu dan mengaitkannya dengan kegagalan, Steve merumuskan kegagalan baginya: orang yang gagal adalah orang yang tidak pernah memperoleh apa yang diinginkannya karena mereka tidak pernah mengusahakan atau meminta apa yang diinginkannya itu. Bagi Steve, kemauan dan tindakan itulah yang membedakan antara orang yang melakukan sesuatu dengan orang yang hanya bermimpi.
Manusia harus bertindak dan memberanikan diri untuk mengalami kegagalan.
Tapi, bagaimana seorang bocah berumur 12 tahun bisa memiliki keinginan dan sikap seperti itu? Pernahkah terpikir tentang apa yang mendorong Steve kecil hingga menjadi seperti itu?
Dalam sebuah wawancara, kita berkesempatan untuk mengetahui cara pandang atau paradigma dari seorang Steve Jobs, yang menjadi sumber dari sikapnya dan mendorong munculnya keinginan-keinginannya yang "gila" dan pada akhirnya mengubah dunia. Baginya, dunia ini, hidup kita, bisa dibentuk. Kita bisa membentuk dunia ini dan hidup kita. Rumusan itu menunjukkan proaktivitas; hidup yang kita ingini tidak terbentuk dengan sendirinya, melainkan dengan peran aktif kita.
***
Comments
Post a Comment