Pagi ini, dua pencerahan diungkapkan kepada saya.
Pertama, melalui khotbah Romo Heru, saya kembali diteguhkan dalam upaya pencarian jati diri. Menanggapi bacaan Injil hari ini, yang antara lain mengatakan "Siapa saja yang mencintai nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya itu", Romo Heru mengingatkan kepada kami semua bahwa jalan menuju keselamatan adalah penyangkalan diri.
Beberapa waktu sebelumnya, saya menulis sebuah cerita mengenai pengalaman seorang pemuda dan seorang gadis, yang juga memuat renungan mengenai buku Thomas Merton, No Man Is an Island. Dalam buku tersebut, Merton membagi pengalamannya tentang pencariannya akan penebusan pribadi. Ia mengatakan bahwa penebusan pribadi dicapai dengan menemukan jati diri melalui pencarian oleh diri sendiri dan melalui orang lain. Dalam pencarian oleh diri sendiri, dan terutama melalui orang lain, itu kita justru dituntut untuk berhenti memikirkan diri sendiri. Dalam bahasa Romo Heru, itu disebut penyangkalan diri. Dalam penafsiran atas ayat Injil di atas, itu berarti bahwa kita harus kehilangan diri untuk dapat menemukan diri. Terdengar agak aneh dan sangat sulit? Itulah paradoks kehidupan. Saya membahasnya dengan cukup mendalam di tulisan sebelumnya.
Pencerahan pertama ini membawa saya ke pencerahan yang kedua.
Selama beberapa waktu di tahun-tahun sebelumnya, saya seringkali berdoa kepada Tuhan melalui Doa Rosario dan Novena Tiga Salam Maria agar Ia mempertemukan saya dengan seorang gadis. Namun, hal itu tidak pernah terjadi. Saya kemudian menarik diri sejenak, mencoba untuk mengamati apa yang sedang terjadi dengan hidup saya, lalu mulai menggali tujuan hidup dan menata kembali prioritas hidup sampai pada akhirnya saya memutuskan bahwa tujuan dan prioritas itu adalah menemukan jati diri. Itulah yang akhirnya menjadi permohonan saya dalam doa-doa saya sejak saat itu hingga sekarang.
Lalu, hadirlah gadis ini.
Seseorang yang karenanya saya menemukan kembali keberanian untuk mencintai.
Seseorang yang kehadirannya membuat saya merasa sangat nyaman dengan diri sendiri karena ia menerima saya sebagai diri saya. Seseorang yang di hadapannya, saya benar-benar menjadi diri saya sendiri.
Seseorang yang membangkitkan kembali energi dan segala sesuatu yang hidup dalam diri saya: berbagai macam emosi, pikiran, niat baik atau motivasi, kegairahan atau antusiasme, inspirasi, kreativitas. Dengan kata lain, seseorang yang membuat saya merasa "hidup".
Seseorang yang menjadi sumber pembelajaran bagi saya tentang pengenalan, respek, tanggung jawab, dan perhatian serta kepedulian.
Seseorang yang memacu kedekatan, hasrat, dan komitmen.
Seseorang yang membuat saya mensyukuri hidup dengan intensitas yang tidak pernah saya alami sebelumnya.
Justru ketika saya tidak meminta seorang kekasih, Tuhan mempertemukan dia dengan saya. Dan tidak hanya menghadirkan bagi saya seorang kekasih, Tuhan juga menghadirkan seorang kekasih yang memampukan saya untuk pelan-pelan mengalami penebusan, sebagaimana yang saya minta dalam doa.
Tuhan mendengarkan dan mengabulkan doa saya, dan ia mengabulkannya dengan berlimpah-limpah!
***
Pertama, melalui khotbah Romo Heru, saya kembali diteguhkan dalam upaya pencarian jati diri. Menanggapi bacaan Injil hari ini, yang antara lain mengatakan "Siapa saja yang mencintai nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya itu", Romo Heru mengingatkan kepada kami semua bahwa jalan menuju keselamatan adalah penyangkalan diri.
Beberapa waktu sebelumnya, saya menulis sebuah cerita mengenai pengalaman seorang pemuda dan seorang gadis, yang juga memuat renungan mengenai buku Thomas Merton, No Man Is an Island. Dalam buku tersebut, Merton membagi pengalamannya tentang pencariannya akan penebusan pribadi. Ia mengatakan bahwa penebusan pribadi dicapai dengan menemukan jati diri melalui pencarian oleh diri sendiri dan melalui orang lain. Dalam pencarian oleh diri sendiri, dan terutama melalui orang lain, itu kita justru dituntut untuk berhenti memikirkan diri sendiri. Dalam bahasa Romo Heru, itu disebut penyangkalan diri. Dalam penafsiran atas ayat Injil di atas, itu berarti bahwa kita harus kehilangan diri untuk dapat menemukan diri. Terdengar agak aneh dan sangat sulit? Itulah paradoks kehidupan. Saya membahasnya dengan cukup mendalam di tulisan sebelumnya.
Pencerahan pertama ini membawa saya ke pencerahan yang kedua.
Selama beberapa waktu di tahun-tahun sebelumnya, saya seringkali berdoa kepada Tuhan melalui Doa Rosario dan Novena Tiga Salam Maria agar Ia mempertemukan saya dengan seorang gadis. Namun, hal itu tidak pernah terjadi. Saya kemudian menarik diri sejenak, mencoba untuk mengamati apa yang sedang terjadi dengan hidup saya, lalu mulai menggali tujuan hidup dan menata kembali prioritas hidup sampai pada akhirnya saya memutuskan bahwa tujuan dan prioritas itu adalah menemukan jati diri. Itulah yang akhirnya menjadi permohonan saya dalam doa-doa saya sejak saat itu hingga sekarang.
Lalu, hadirlah gadis ini.
Seseorang yang karenanya saya menemukan kembali keberanian untuk mencintai.
Seseorang yang kehadirannya membuat saya merasa sangat nyaman dengan diri sendiri karena ia menerima saya sebagai diri saya. Seseorang yang di hadapannya, saya benar-benar menjadi diri saya sendiri.
Seseorang yang membangkitkan kembali energi dan segala sesuatu yang hidup dalam diri saya: berbagai macam emosi, pikiran, niat baik atau motivasi, kegairahan atau antusiasme, inspirasi, kreativitas. Dengan kata lain, seseorang yang membuat saya merasa "hidup".
Seseorang yang menjadi sumber pembelajaran bagi saya tentang pengenalan, respek, tanggung jawab, dan perhatian serta kepedulian.
Seseorang yang memacu kedekatan, hasrat, dan komitmen.
Seseorang yang membuat saya mensyukuri hidup dengan intensitas yang tidak pernah saya alami sebelumnya.
Seseorang yang sungguh-sungguh melengkapi saya.
Seseorang yang melaluinya, saya menemukan diri saya dari waktu ke waktu.
Justru ketika saya tidak meminta seorang kekasih, Tuhan mempertemukan dia dengan saya. Dan tidak hanya menghadirkan bagi saya seorang kekasih, Tuhan juga menghadirkan seorang kekasih yang memampukan saya untuk pelan-pelan mengalami penebusan, sebagaimana yang saya minta dalam doa.
Tuhan mendengarkan dan mengabulkan doa saya, dan ia mengabulkannya dengan berlimpah-limpah!
***
Comments
Post a Comment