Hidup harus dirancang agar setiap cita-cita yang dicanangkan bisa dicapai. Sebab, cita-cita itulah yang memberi nilai bagi hidup kita dan harus menjadi alasan kita dalam menjalani hidup.

Cita-cita seperti apa?

Cita-cita yang luhur/mulia: pengabdian kepada Tuhan melalui sesama (misalnya dengan terjun dalam karya-karya pemberdayaan sesama).

Hidup tidak boleh dibiarkan berjalan otomatis tanpa kendali supaya, alih-alih disibukkan dengan kerepotan-kerepotan yang semestinya bisa dicegah, kita bisa tetap fokus dalam meraih cita-cita.

Keluarga pun harus dirancang, sebab dengan merekalah kita akan menghabiskan sebagian besar waktu kita. Mereka akan ikut menentukan seberapa bahagia dan sehat kita dalam menjalani hidup.

Beberapa hal berikut dapat dipertimbangkan dalam merancang kehidupan berkeluarga:
- membuat peraturan keluarga (misalnya menyepakati pekerjaan rumah yang menjadi tanggung jawab tiap-tiap anggota keluarga)
- menetapkan kebiasaan-kebiasaan yang diharapkan dari masing-masing anggota keluarga (misalnya memperlakukan orang lain sebagaimana kita ingin diperlakukan, berempati, bersolidaritas, hidup sederhana, menggunakan segala sesuatu seperlunya)
- menentukan batasan-batasan yang jelas atas berbagai tindakan, dan konsekuensi-konsekuensi yang harus ditanggung setiap anggota keluarga atas tindakannya

Tentu saja hal-hal di atas tidak dapat berjalan dengan baik tanpa kepemimpinan dan keteladanan, utamanya dari orang tua.

Keuangan, sebagai salah satu sarana penting penyokong hidup, juga harus dirancang. Paradigma utamanya: uang adalah sarana/alat untuk mencapai tujuan, bukan tujuan itu sendiri. Tujuannya? Pengabdian kepada Tuhan lewat sesama (misalnya dengan menyiapkan pendidikan anak, yang notabene dipercayakan Tuhan kepada kita untuk dikasihi dan dirawat). Seperti halnya hidup, keuangan perlu dirancang agar kita terhindar dari masalah yang tidak seharusnya timbul (misalnya tidak memiliki dana ketika situasi menuntutnya).

Bukan berarti seluruh rancangan di atas menggantikan rancangan Sang Misteri Mahabesar. Karena, ini bukan soal rancanganku atau rancangan-Nya. Ini adalah soal pertanggungjawaban kita kepada-Nya atas beberapa hal:
- status kita sebagai makhluk yang diciptakan sesuai citra-Nya, lebih tinggi dari makhluk lainnya, khususnya karena akal, perasaan, dan roh yang dihembuskan-Nya ke dalam diri kita. Tumbuhan dan binatang tidak merencanakan hidupnya; manusia tidak seperti itu. Manusia lebih mulia dari itu.
- sebagai makhluk yang membawa citra-Nya, manusia diberi kesempatan untuk menjadi rekan-Nya di dunia dalam mencipta (meski dalam kapasitas yang tidak setara dengan-Nya), dimulai dari mencipta hal-hal dalam hidupnya (alih-alih dibuat kewalahan oleh hidupnya karena tidak mengontrolnya dengan baik), hingga memuai menjadi pencipta dampak yang menjangkau hidup orang lain.

Jadi, mari merancang hidup kita.


***

Comments

Popular Posts