"Tanah air kita, Indonesia, pasti akan jaya untuk selama-lamanya jika kita, rakyat Indonesia, BERSATU nusa-bangsa-bahasa" (nukilan dari lirik lagu "Satu Nusa, Satu Bangsa", yang kuubah struktur kalimatnya)
Kamis malam, 17 Agustus 2023.
Hari ini, bangsa dan negara Indonesia genap berusia 78 tahun. Sedari pagi, aku merefleksikan peristiwa ini secara tipis-tipis dan acak sembari mengerjakan berbagai aktivitas. Malam ini, buah-buah dari permenungan itu kutuangkan ke dalam tulisan ini:
1. Perasaan cinta terhadap Indonesia telah berkali-kali (dan semoga akan terus) mengilhami berbagai pencapaian
Menurutku, Indonesia adalah gudangnya pencipta lagu yang andal, tak terkecuali lagu-lagu nasional. Pagi ini, aku terkenang pada satu lagu keren gubahan almarhum Gombloh yang sering diperdengarkan pada momen-momen perayaan kemerdekaan Indonesia, yang berjudul "Kebyar Kebyar". Penggalan liriknya "Indonesia, merah darahku, putih tulangku", kok ya terasa pas betul: bendera kebangsaan kebetulan memiliki warna yang sama dengan dua komponen vital penopang hidup manusia. Lirik ini seolah ingin menyampaikan bahwa kita dan Indonesia itu menyatu. Sebut aku romantis, tapi lirik di atas lahir mungkin karena memang sebesar itulah rasa cinta Gombloh terhadap Indonesia.
Paragraf di atas bicara tentang musik. Masih banyak pencapaian di bidang lain (sebut saja olah raga, semisal bulu tangkis dan angkat besi) yang dalam khayalanku diilhami oleh rasa cinta yang besar terhadap negeri ini. Memang, rasa cinta yang besar menggerakkan manusia untuk bertindak dan meraih hasil, bahkan hingga melebihi batas kemampuannya.
2. Setelah merdeka dari bangsa lain, tugas kita sebagai bangsa bertambah
Tugas itu adalah:
a. mempertahankan kemerdekaan itu dari bangsa lain;
b. memperjuangkan kemerdekaan dari kondisi-kondisi yang tidak menguntungkan di tengah masyarakat (seperti korupsi, konsumtivisme, eksploitasi dalam berbagai bentuk);
c. memerdekakan diri dari pemikiran, prasangka, sikap yang menghambat kita untuk menjadi manusia yang lebih baik.
3. Bersatu dalam melaju untuk menjadi semakin maju
Dalam perayaan ekaristi memperingati hari ulang tahun ke-78 NKRI, Uskup Agung Jakarta dan pastor kepala Paroki Katedral Jakarta menitipkan beberapa pesan untuk direnungkan, yang kurefleksikan sebagai berikut:
a. seperti disinggung di poin 2, setelah merdeka dari bangsa lain, rakyat Indonesia sudah ditunggu oleh berbagai pekerjaan rumah. Setiap rakyat Indonesia berperan dengan cara menjalankan panggilan hidupnya masing-masing (sebagai orang tua, karyawan swasta, aparatur sipil negara, pengusaha, dan lain-lain) dengan senantiasa berpedoman pada nilai-nilai luhur, dan terus bertumbuh (menjadi semakin baik/ahli/berbuah) di dalam panggilannya itu;
b. untuk mewujudkan Indonesia yang lebih baik, setiap orang harus (1) menghormati martabat orang lain, (2) mengusahakan kesejahteraan bersama (versus kepentingan pribadi/kelompok), (3) mewujudkan solidaritas dalam perilaku sehari-hari, (4) memberi perhatian lebih kepada saudara-saudari yang kurang beruntung (dari segi ekonomi, pendidikan, kesehatan, dan lainnya), karena mengangkat derajat mereka dapat berarti ikut mengangkat derajat masyarakat secara lebih luas ("a chain is only as strong as its weakest link"), dan (5) merawat keutuhan segala ciptaan Tuhan.
c. poin a dan b akan membawa dampak lebih besar dan luas jika dilakukan secara terorganisir, bersama-sama, interdependen. Kata orang, "if you want to go fast, go alone; if you want to go far, go together". Cita-cita Indonesia maju adalah sebuah maraton. Maka, pilihannya hanya satu: bersatu.
4. Perkuat rasa empati dan solidaritas antarwarga bangsa
Untuk membawa Indonesia menjadi lebih maju, "bersatu" menjadi kata kunci. Perasaan menyatu antaranak bangsa lebih merupakan sebuah hasil/akibat. Aku bertanya-tanya: apa yang dapat memunculkan perasaan bersatu itu?
Pada masa penjajahan oleh bangsa asing, perasaan bersatu mungkin muncul secara alamiah karena dipicu oleh hal yang sama: adanya musuh bersama (common enemy). Kini, setelah Indonesia merdeka dari penjajahan fisik oleh bangsa lain, apa yang bisa menjadi sumber perasaan bersatu itu?
Ketika kita mengalami dan merasakan tindakan sesama yang merupakan ungkapan solidaritas atau empati, kita merasakan kedekatan atau kesatuan dengannya. Mungkin sesama kita itu juga mengalami perasaan yang sama, yang menggerakkannya untuk bertindak. Rasa empati dan solidaritas antarsesama anak bangsa inilah yang perlu dipupuk sesering mungkin, terutama dengan cara berinteraksi dengan sesama yang kurang beruntung.
Semoga Indonesia, bangsa ini, bersama-sama bertumbuh.
Dirgahayu, negeriku. I will always love you, no matter what.
***
Comments
Post a Comment