5 Komponen Nasib Menurut Kitab Semar Mesem

Gak ding.

Bukan menurut Kitab Semar Mesem, tapi ini adalah penjelasan tentang 5 komponen nasib manusia sebagaimana disampaikan oleh seorang pastor di suatu waktu.

Pertama-tama, di sini mau disampaikan terlebih dulu bahwa nasib berbeda dengan takdir. Justru, takdir adalah salah satu komponen dari nasib. 
Apa yang membedakan keduanya?

Nasib bisa diubah, yakni melalui pilihan-pilihan manusia dalam kesehariannya, mulai dari yang konsekuensinya kecil sampai yang besar, termasuk pilihan terhadap komponen-komponen nasib yang akan dibahas di bawah.

Sedangkan, takdir sangat susah untuk diubah. Kenapa? Karena takdir merupakan suatu ketetapan dari Tuhan terhadap tiap-tiap manusia (catatan dari saya: terkait ini, saya jadi teringat pada istilah "predestinasi", destinasi/tujuan/akibat yang sudah ditentukan terlebih dulu oleh kuasa ilahi).

Tetapi, takdir bukan tidak mungkin untuk diubah (thus, ada frase "sangat susah"). Nope, itu bukan karena Tuhan tidak konsisten terhadap ketetapannya, melainkan karena manusia sendiri yang seringkali tidak puas dengan ketetapan ilahi, dan dengan akal budinya selalu mengupayakan untuk bisa merubah ketetapan itu.

Selain takdir, empat komponen berikutnya yang membentuk nasib manusia terdiri dari hal-hal yang berada dalam kendalinya (to some extent). Kenapa to some extent? Karena pada keempat komponen tersebut, kita tidak dapat memegang kendali seratus persen atasnya.

Berikut daftar keempat komponen itu (silakan dibaca sembari merenungkan pengalaman pribadi Anda terkait masing-masing komponen tersebut).

Lingkungan di mana kita hidup.

Pekerjaan yang kita lakukan.

Orang-orang yang dengan mereka kita terhubung/menghubungkan diri.

Terakhir, pilihan-pilihan kecil dalam keseharian kita.

Akhirnya, saya ingin menutup tulisan ini dengan 2 buah hasil refleksi/pemikiran yang berkaitan dengan apa yang dibahas di atas.

Pertama, hasil refleksi dari (almarhum) Romo B. Herry-Priyono, SJ, yang kemudian disitir sekaligus direfleksikan kembali oleh Mas Yanuar Nugroho dalam euloginya untuk almarhum Romo Herry yang berjudul "Memahami Dualitas, Menghidupi Tegangan" sebagai berikut:

(catatan dari saya: paragraf pertama di bawah ini ditulis Mas Yanuar berdasarkan apa yang disampaikan oleh Romo Herry, sedangkan satu paragraf berikutnya merupakan buah pemikiran Mas Yanuar)

"Di bawah kolong langit ini tidak ada yang sepenuhnya takdir, atau sepenuhnya kehendak bebas manusia. Situasi yang disebut 'takdir' itu sesungguhnya membentuk dan sekaligus terbentuk dari apa yang diklaim manusia sebagai kehendak bebas".

Kata-kata ini tidak akan pernah saya lupakan, karena apa yang ada di belakangnya membentuk cara pikir saya hingga saat ini. Herry-Priyono, SJ, atau Romo Herry--demikian saya dan banyak orang lain memanggilnya--lah yang mengucapkan kata-kata itu sebagai sebuah buah refleksi panjang atas perenungan filosofisnya terhadap berbagai hal yang membentuk, atau meremuk, hidup-bersama (shared life). Takdir hanyalah separuh cerita. Demikian juga dengan kehendak bebas manusia. Maka kalau penjelas gejala hidup diletakkan hanya pada takdir, atau hanya pada kehendak bebas, cara pikir ini bukan hanya bias, tetapi sesat. Hidup manusia hanya bisa dipahami dari rangkaian pilihan bebas akan tindakan sekaligus bekerjanya faktor-faktor yang dipercaya sebagai takdir itu.

Kedua, ada sebuah palindrom yang terdiri dari lima kata dari bahasa Latin: Sator Arepo Tenet Opera Rotas. Dalam tradisi Kristiani, ada yang memaknai secara bebas kalimat ini sebagai "Sang Pencipta merawat seluruh ciptaan-Nya". Atau, jika dicarikan padanannya dalam budaya di Indonesia, mungkin dekat dengan ungkapan dalam bahasa Jawa "Gusti (Allah) mboten sare".

Selamat merenung.


*** 

Comments

Popular Posts